Living with ‘LUPUS’
by : BBC Journalist
Pernahkah Anda bayangkan seorang
artis multitalenta ternyata menderita penyakit berbahaya ini? Benar, Selena
Gomez adalah 1 dari artis Hollywood yang tengah berjuang melawan penyakit
Lupus.
Bukan hanya Selena, namun
Kristen Johnston, Toni Braxton, Shannon Boxx, Nick Cannon dan Seal juga tengah
berjuang melawan penyakit yang sama.
Apa sebenarnya Lupus? Bagaimana
penyakit ini membahayakan penderitanya?
Lupus adalah penyakit inflamasi
kronis yang disebabkan oleh kerja sistem kekebalan tubuh yang keliru
(autoimun), sehingga menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
Inflamasi akibat lupus dapat
menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, sel darah, paru-paru
bahkan jantung, sehingga menimbulkan manifestasi penyakit yang beragam.
Penderita Lupus di Indonesia
Penderita lupus di dunia dipercaya mencapai lima juta jiwa. Penyakit ini kebanyakan menyerang wanita pada usia 15-50 tahun (usia masa produktif). Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa lupus juga dapat menyerang anak-anak dan pria.
Menurut data dari Yayasan Lupus Indonesia (YLI), jumlah penderita lupus di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 12.700 jiwa. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 13.300 jiwa pada tahun 2013.Berdasarkan gejalanya,
Lupus dibagi atas beberapa tipe:
1.
Lupus
eritematosus sistemik (systemic
lupus erythematosus/SLE), merupakan tipe yang paling sering dibicarakan.
Gejala yang paling sering muncul adalah:
a. Rasa lelah yang
ekstrem dan berkepanjangan, sehingga menghambat aktivitas penderita. Akibatnya
banyak penderita SLE mengalami depresi.
b. Ruam pada kulit.
c. Nyeri pada persendian tangan dan kaki.
d. Gejala lain, seperti sariawan, demam tinggi, tekanan darah tinggi, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, rambut rontok, mata kering, sakit dada, kehilangan daya ingat, napas pendek, dll.
2. Lupus eritematosus diskoid (discoid lupus erythematosus/DLE), yaitu lupus yang menyerang kulit. Biasanya dapat dikendalikan dengan menghindari paparan sinar matahari langsung dan pemberian obat.
3. Lupus akibat penggunaan obat. Efek samping obat pasti berbeda-beda pada tiap orang. Gejala Lupus akibat obat umumnya akan hilang jika Anda berhenti mengonsumsi obat tersebut. Berkonsultasilah dengan dokter sebelum Anda memutuskan untuk berhenti mengonsumsi obat dengan resep dokter.
Meski tidak menular, penyakit Lupus bisa diturunkan. Komplikasi Lupus juga bisa sangat berbahaya bahkan menyebabkan kematian,di antaranya :
1.
Pembengkakanpergelangan kaki
akibat penumpukan cairan.
2. Fenomena Raynaud, di mana jari tangan dan kaki memutih atau membiru jika terpapar hawa
dingin atau stres.
3. Komplikasi kardiovaskular, penderita SLE
bisa mengalami radang pada kantung yang membungkus jantung (perikarditis) atau
pada otot-otot jantung (miokarditis). SLE juga dapat menyebabkan inflamasi pada
jantung dan pembuluh darah. Karena itu, penderita SLE diperkirakan memiliki
risiko 6-8 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular.
4. Komplikasi nefritis Lupus,berupa gangguan ginjal. Diperkirakan sekitar 50% di antara penderita SLE mengidap
nefritis lupus. Penyakit ini juga cenderung berkembang pada tahap awal SLE
(biasanya dalam lima tahun pertama). Tes darah biasanya akan dianjurkan untuk
memantau kondisi ginjal Anda secara seksama.
5. Risiko penyakit autoimun lainnya, seperti:
o
Penyakit
tiroid
o
Sindrom
Sjogren, yaitu rusaknya kelenjar air liur & air mata, sehingga mata dan
mulut kering.
o
Sindrom
Hughes (sindrom antifosfolipid), yang mempertinggi risiko penggumpalan darah
pada arteri dan vena, mengakibatkan trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/DVT).
6.
Risiko
pada kehamilan, yaitu meningkatkan risiko preeklamsia, kelahiran prematur,
keguguran dan kelahiran mati.
Apa penyebab Lupus?
Para pakar menduga ada beberapa
faktor yang meningkatkan risiko Lupus, yaitu:
1. Faktor genetika (keturunan), di antaranya:
a. Pengaruh anggota keluarga yang
menderita Lupus, yaitu bila ada salah satu anggota keluarga, terutama saudara
kembar menderita Lupus.
b. Mutasi genetik, yang terjadi
akibat kekacauan perintah normal pada gen tertentu yang berhubungan dengan
sistem kekebalan tubuh.
c.
Gender,
jumlah penderita lupus wanita yang lebih banyak daripada pria kemungkinan
karena sebagian gen termutasi mengandung kromosom X.
2. Faktor lingkungan, di antaranya :
a.
Perubahan hormonal pada wanita,
misalnya pada saat pubertas atau hamil.
b.
Paparan sinar matahari.
c.
Obat-obatan tertentu, misalnya
obat antikejang, antibiotik, obat hipertensi.
d.
Virus
Epstein-Barr (EBV) juga dianggap berkaitan dengan SLE. Tetapi yang menjadi
masalah adalah infeksi virus ini jarang menunjukkan gejala. Jika ada pun,
gejalanya berupa penyakit demam kelenjar.
Lupus sering dijuluki penyakit ‘seribu
wajah’, karena memiliki gejala yang mirip dengan penyakit lain, akibatnya banyak
penderita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang Lupus. Penderita
disinyalir mengalami Lupus jika mengalami minimal 4 dari 11 gejala berikut :
1. Butterfly rash, ruam dengan pola seperti sayap kupu-kupu, yaitu di area kedua pipi
dengan tulang hidung sebagai tengahnya (badan).
2. Discoid rash, ruam ‘klasik’ berbentuk cakram berwarna merah yang lebih tua di bagian
tepi, biasanya muncul pada wajah, kulit kepala dan leher.
4. Oral ulcers,sariawan terus menerus atau hilang timbul, baik di lidah atau di bagian
rongga mulut lainnya.
5. Arthritis (radang sendi),peradangan pada sendi yang memerah, bengkak dan terasa
nyeri.
6. Peradangan pada organ pernapasan, yang menimbulkan nyeri dada saat batuk
atau menarik napas dalam:
a.
Bila terjadi pada lapisan
paru-paru disebut serositis.
b.
Bila terjadi pada selaput
paru-paru disebut pleuritis.
c.
Bila terjadi pada selaput
jantung disebut pericarditis.
7. Gangguan ginjal, ditandai dengan ditemukannya protein pada air kencing
(proteinuria) atau endapan (sedimen) padaurin.
8. Gangguan neurologis dan psychosis, di mana kerja otak dan sistem saraf
terganggu. Menimbulkan sakit kepala, kebingungan, gangguan penglihatan,
halusinasi bahkan kejang.
9. Kelainan darah, Hemolytic Anemia (anemia karena pecahnya sel darah
merah), low white blood cell count (jumlah sel darah putih yang rendah) atau
low platelet counts (platelet atau trombosit rendah).
10.Immunologic Disorders, gangguan imunitas, diketahui melalui serangkaian
tes laboratorium, di antaranya :
a. Tes antibodi anti
DNA, adanya antibodi
anti-DNA dalam darah akan meningkatkan risiko Anda terkena SLE. Jumlah antibodi
anti-DNA akan meningkat saat SLE bertambah aktif. Tetapi orang-orang yang tidak
menderita SLE juga dapat memiliki antibodi ini.
b. Tes komplemen C3 dan C4, untuk memeriksa
tingkat komplemen dalam darah, untuk memeriksa keaktifan SLE. Komplemen adalah
senyawa dalam darah yang membentuk sebagian sistem kekebalan tubuh. Level
komplemen dalam darah akan menurun seiring aktifnya SLE.
11. Positif ANA (Antinuclear Antibody), digunakan untuk memeriksa keberadaan sel antibodi
tertentu dalam darah, yaitu antibodi anti-nuklir. Jenis antibodi ini merupakan
ciri utama SLE. Sekitar 95% penderita SLE memiliki antibodi ini. Tetapi hasil
yang positif tidak selalu berarti Anda mengidap SLE, jadi tes antibodi
anti-nuklir tidak bisa dijadikan patokan untuk penyakit ini. Tes lain juga
dibutuhkan untuk memastikan diagnosis.
Setelah
dinyatakan positif SLE, kondisi penderita akan terus dipantau, terutama terkait
kesehatan ginjal dan risiko anemia. Biasanya dokter akan memantau melalui cek rontgen, USG dan CT scan.
SLE tidak bisa disembuhkan. Tujuan pengobatannya
adalah untuk mengurangi tingkat gejala serta mencegah kerusakan organ pada
penderita SLE.
Beberapa puluh tahun yang lalu, SLE dipandang sebagai
penyakit terminal yang berujung kepada kematian. Namun saat ini, hampir semua
penderita SLE saat ini dapat hidup normal atau setidaknya mendekati tahap
normal.
Penderita biasanya dianjurkan untuk:
1. Menghindari paparan sinar matahari.
2. Mengonsumsi beberapa jenis obat di bawah
pengawasan dokter :
a.
Obat
inflamasi nonsteroid, untuk mengurangi nyeri sendi dan otot.
b. Kortikosteroid,
untuk mengurangi inflamasi dengan cepat dan efektif. Mengingat efek sampingnya
berupa penipisan tulang, penipisan kulit, peningkatan berat badan dan tekanan
darah, penggunan obat ini harus di bawah pengawasan dokter.
c. Hydrocychloroquine,
untuk mengurangi nyeri dan ruam pada
kulit.
d.
Imunosupresan,
untuk menekan kinerja sistem kekebalan tubuh. Ada beberapa jenis imunosupresan
yang biasanya diberikan dengan resep dokter, yaitu azathioprine, mycophenolate
mofetil, dan cyclophosphamide. Ditekannya kinerja sistem kekebalan
tubuh meningkatkan risiko infeksi.
Bagaimana produk MCI membantu
penderita Lupus?
1.
Kenakan Pendant MCI untuk membantu memperlancar
peredaran darah. Peredaran darah yang baik akan melancarkan aliran nutrisi dan
obat dari dokter, sehingga diharapkan keluhan dan gejala berkurang.
2. Menjaga tubuh tetap terhidrasi dengan minum air hexagonal, yang disuling menggunakan Bioglass.
Info produk & pemesanan :
Rosa Ong/Philips Onggowidjaja/Pinky Kittyshop
0813 2181 0330
Widi/Yeremia
0896 5279 5233